PuKAT

Home » Politik (Page 2)

Category Archives: Politik

MENATA KEMBALI ‘ADAT NGOEN HUKOM’ DI ACEH

Oleh Nia Deliana

KALANGAN intelektual lokal umumnya percaya bahwa adat dan agama di Aceh pernah berhasil berjalan beriringan dalam membangun sistem sosial dan politik. Keyakinan ini pula yang nampaknya ingin diwujudkan melalui penegakan shariah Islam di Aceh.

Namun harus diakui, kekurangan sumber sejarah, sebagaimana yang disadari oleh tokoh-tokoh modern di Aceh, menyebabkan sulitnya perancangan dan penegakkan hukum yang sesuai dengan konteks sejarah masa dahulu sekaligus mampu melahirkan analisa-analisa progresifitas yang menjembatani persoalan sosial dan politik hari ini.

Tidak sama halnya dengan budaya Afrika yang mengalami proses Arabisasi total, budaya Aceh tampaknya pernah berjalan secara fleksible dengan budaya-budaya terdahulu, yaitu Hindu. Sulitnya memisahkan mana budaya Aceh yang secara orisinil terbentuk setelah Islam datang dengan budaya-budaya Hindu yang telah mengalami proses pengislaman adalah hal yang mendukung faktor diatas.

(more…)

Hasan Di Tiro’nun Eserleri Yeniden Gün Yüzüne Çıkıyor / It’s Time to Revive the Works of Hasan Muhammad di Tiro

                                                                                                        

What did the leader of ‘Gerakan Aceh Merdeka’ pen down throughout his life? Since he passed away already, and the ‘mother land’ experiencing peace, whose works deserve to be taken into consideration as sources pertaining to academic and intellectual background by variety types of circles without any prejudice. The translation of Atjeh Bak Mata Donja by Haikal Afifa should be regarded as the initial initiative to revive di Tiro’s political ideologies for the new generations. Here it is neutrally asserted that di Tiro’s works refer to not only the Acehnese society, as seen and proved in his salient work titled ‘Demoracy’ but also Indonesia and similar socio-political entities in the region and other parts of the globe…

Apa yang pimpinan ‘Gerakan Aceh Merdeka’ tintakan sepanjang hidupnya? Karena ia telah wafat, dan tanah air telah damai, karya siapakah yang layak dipertimbangkan sebagai sumber akademik dan dasar intelektual oleh berbagai kalangan tanpa prasangka. Terjemahan Aceh Bak Mata Donja yang diselesaikan oleh Haikal Afifa patut diakui sebagai inisiatif untuk merevisi ideologi keluarga Tiro demi generasi-generasi baru. Disini secara alami telah diyakini bahwa karangan-karangan Tiro merujuk tak hanya kepada masyarakat Aceh sebagaimana terlihat dan terabsahkan dari tulisannya berjudul ‘Demokrasi’ tapi juga kepada Negara Indonesia dan entitas-entitas sosio-politik yang sama di wilayah ini dan wilayah-wilayah lainnya didunia…

(more…)

The Mahathir Era

Dr. Mahathir Mohamadhas captured public attention with his colossal latest book entitled A Doctor In The House: The Memoirs of Tun Dr. Mahathir Mohamad. Born in 1925, Dr. Mahathir, the 4th prime minister of Malaysia between July 16, 1981 and 21 October, 2003, proved to be aligned to the traditions laid down by earlier premiers such as Tunku Abdul Rahman and Tun Abdul Razak bin Hussain. Dr. Mahathir shed light not only on his long personal life but also the developments of modern Malaysia. Additionally, he allowed readers to witness how Malaysia has coped with internal and external threats throughout two decades. The most significant is that Dr. Mahathir expressed his consistent and critical stance in international relations particularly with regards to theMiddle East, Balkan, and Afghanistan issues. Dr. Mahathir has been not only a constructive statesman in domestic and regional politics, but has also, to some extent, played a larger contributory role in global issues. Owing to this reason, he has been recognized not only in ASEAN but also on a global scale. While he has been playing a key role in the emergence of Malays on the world stage, he also worked hard to encourage common people to take responsibility in various sectors in socio-economic and political life in Malaysia. Due to the aforementioned features, it is no coincidence to see his name referred to alongside the founding fathers. Dr. Mahathir’s concern for the Malay community reminds me of Abdullah Munshi who is regarded as the first modern Malay social critic. The former’s critics were aimed at guiding the Malays in a rapidly changing socio-political environment.

(more…)

MENGENAL HUBUNGAN OTTOMAN-PORTUGIS DAN PERAN ACEH PADA AWAL ABAD KE-16

Pendahuluan

Ketika berbicara tentang kebijakan Samudra Hindia yang dikeluarkan oleh Kesultanan Ottoman, Laut Merah, Laut Oman, dan Basra adalah wilayah yang pertama kali muncul di ingatan. Namun, pada aplikasinya wilayah pesisir Hindia dan Pulau Sumatra juga ikut menjalankan kebijakan tersebut.

Ada beberapa aspek yang dapat menjelaskan bahwa kerajaan Ottoman telah memberikan perhatian dan kebutuhan lebih pada kemajuan disekeliling Samudra Hindia. Salah satu contohnya dapat diamati dari pembentukan Angkatan Laut Hindia dan Suez; penempatan kapten terpilih untuk angkatan laut tersebut dan pengabsahan regulasi bahwa  kapten tersebut tidak berada dalam sistem hirarki panglima laut tapi ditangani secara langsung oleh Divan-i Humayun.[1] Fakta diatas membuktikan bahwa Kerajaan Ottoman memiliki komunikasi langsung dengan negara-negara di wilayah tersebut seikatannya dengan politik dan militer.

(more…)

ENDONEZYA

cubadak-resort-paradise-west-sumatra-indonesia-600x400

“Farklılık içinde birlik” mottosu ile anılan Endonezya’da 300’ü aşkın etnik yapı kendine özgü dil ve kültürel ögelerle bu birliğin zenginliğine katkıda bulunmaktadır. Endonezya’da ulusal birlik kurulması ve ulusal bir kültürel kimlik inşası yıllarca merkezi hükümetin en öncelikli gündem maddesini oluşturmuştur. Özellikle 1999 yılında Doğu Timor’un bağımsızlık kazanması, 15 Ağustos 2005’te varılan anlaşmaya değin otuz yıl boyunca Açe Eyaletinde faaliyet gösteren Açe Özgürlük Hareketi’nin (GAM) varlığı, Bali’nin daha çok özgürlük talebi gibi olgular günümüzde söz konusu bu birliğin tam anlamıyla kurulduğunu söylemeyi zorlaştıracak nedenler arasında bulunmaktadır.

Endonezya, sahip olduğu yaklaşık 230 milyonluk nüfusu ile dünyadaki Müslüman nüfusun yaklaşık %14’ünü barındıran bir ülke ve dünyada demokrasiyle yönetilen üçüncü büyük ülkesidir. Ortadoğu gibi İslam nüfusunun yoğun olarak yaşadığı bölge ile olan coğrafi uzaklığı noktasında Endonezya, güneydoğu Asya’da İslam’ı temsil etme gibi bir misyona sahiptir.

(more…)

Catatan Perjalanan Cheng Ho (1371-1433) di Aceh

Cheng Ho’s Map

Cheng Ho, seorang panglima laut yang melakukan tujuh ekspedisi lautan. Jauh dari kisah pelayarannya, baru-baru ini legendaris Cheng Ho sedang panas diperbincangkan oleh para ilmuan kelautan maritim tentang kebenaran bahwa Cheng Ho yang telah menemukan Benua Amerika sebelum pelayaran Christopher Colombus yang terkenal sebagai penemu benua Amerika terawal.

Khususnya, Gavin Mendies, berumur 67 tahun dan seorang pensiunan kapal selam mengungkapkan bahwa Cheng Ho telah menemukan Amerika seperti yang tersebut dalam buku karangannya, “1421: The Year China Discovered America”

Institusi-intitusi dan pusat-pusat penelitian Cheng Ho telah dibangun hampir disemua negara-negara terkemuka. Namun kehebatannya Belum terdengar sepenuhnya oleh masyarakat Turki dan Aceh meskipun pada hakikatnya Cheng Ho adalah seorang keturunan asli Turki Uyghur dan juga seorang muslim yang sempat melakukan lebih dari sekedar pelayaran ke Aceh. Melalui tulisan kecil ini kami ingin sedikitnya memperkenalkan sosok Cheng Ho sebagai seorang figur penting bagi perjalanan sejarah pelayaran.[1]

(more…)

INISIATIF SIPIL DAN PERUBAHAN ACEH (1)

Selama ini Aceh berada telah dan masih berada dalam tahap transformasi dari periode konflik ke periode damai. Tidak hanya dalam soal sosial dan politik, badan badan institusi yang lain juga perlu diperhatikan. Perhatian ini tidak bisa berfungsi dengan efektif jika hanya diserahkan pada agen-agen pemerintahan tapi setiap setiap kalangan perlu mengeluarkan pendapat dan aksinya.

Inisiatif sipil perlu mengemukakan seni-budaya, nilai-nilai sosial arkeologi (laut dan darat), media dan area-area lain.  Dipercayai ada beberapa individu atau kelompok kecil yang telah dan masih memainkan peran kecil dan besar dalam ruang lingkup di atas. Namun, tampaknya tidak bisa memberikan pengaruh apapun selama inisiatif untuk mewujudkannya secara bersama-sama dengan kelompok berbeda tidak diprioritaskan. Kebersamaan ini tidak berarti harus terikat secara organik tapi lebih pada kesadaran untuk mewujudkan target yang sama. Target ini dimaknai sebagai bentuk perlindungan terhadap nilai-nilai penting masyarakat Aceh yang tidak bisa dipisahkan dari area-area tersebut di atas.

Jadi kita perlu menanyakan, apakah kebersamaan seperti ini sudah pernah terbentuk di Aceh dan apakah sudah cukup mampu memberi pengaruh terhadap rancangan qanun pemerintah lokal di parlemen?. Dan apakah hukum-hukum yang dikeluarkan tersebut telah sesuai dengan kebutuhan dan target kelompok-kelompok tersebut di lapangan?. Karena masyakat Aceh masih berada dalam masa transisi, apakah hukum-hukum tersebut sudah melalui frequensi update yang tepat?.

Bagaimana jika ada upaya signifikan dari satu kelompok untuk melakukan pertemuan pertemuan bersama yang membicarakan topik-topik berkenaan di atas?. Individual atau kelompok yang berpartisipasi dalam pertemuan semacam ini harus menyadari apa yang sedang terjadi dalam lapangan mereka masing-masing sekaligus memiliki pengendalian diri yang kuat. Dan kelompok-kelompok yang bergerak dalam bidang yang sama setuju untuk melakukan apapun dan bergerak sebagai inisiatif sipil, menggunakan kekuatan lunaknya untuk mempengaruhi pembentukan hukum.(pukat)